Tuesday, August 6, 2019

Amin Paling Seriusnya SAL PRIYADI


Amin Paling Serius – Amiiiiiin Sal Priyadi

Malang Kota – Blantika musik di Kota Malang terus menunjukkan prestasi. Salah satunya, penyanyi Salmantyo Ashrizky Priadi. Sal Priadi, solois asal malang kembali merilis single berjudul “Ikat aku di tulang belikatmu”. Sebelumnya pada tahun lalu Sal menorehkan jejaknya di dunia musik tanah air dengan singlepertamanya yang bertajuk “Kultusan” bersama GZZ records, label musik asal Malang. Di single terbarunya ini, Sal tetap konsisten dengan nuansa pop yang gloomy dan berhasil membawa kesenduan ke kuping para pendengarnya. “Dengan ini saya berusaha memperkenalkan satu permohonan yang paling romantis dari perjuangan panjang orang orang yang sepakat tidak lagi bisa jalan berdampingan“ ucap penyanyi muda ini, dilansir dari siaran pers yang didapatkan oleh redaksi Pop Hari Ini.
Dalam penggarapannya, single ini masih dibantu oleh 2 orang kepercayaan Sal dalam menggodok musiknya. Sebagai music director, yaitu Mahatamtama Arya dan Derry Haudin
dari Coldiac.
 Lagu berjudul “Ikat Aku Di Tulang Belikatmu” mengantarkannya meraih penghargaan prestisius tersebut. Pengumuman masuknya pria yang akrab disapa Salpriadi dalam nominasi ini, diperoleh pada akhir Agustus lalu.
“Pokoknya waktu pas pengumuman itu aku memantau di IG nya AMI. Waktu itu awalnya mikir masuk pendatang baru, eh ternyata nggak masuk. Sempat merasa pupus wes harapanku, apalagi pas itu live IG-nya selesai. Tapi merasa kayak wes ada bau-bau gitu, feeling aja kayaknya masuk, ternyata malah masuk di kategori artis solo pria pop terbaik,” ceritanya dengan khas logat Malangan.
Pria asal Sawojajar tersebut mengaku jika dulunya sempat merasa galau untuk memilih masuk ke dunia musik atau pebisnis.
“Ya selayaknya anak muda, penginlah menjalankan bisnis. Nggak ada keinginan buat jadi pemusik dulu, tapi pas nyoba bisnis 2 kali kok merasa nggak dapat apa-apa. Sempat galau, tapi akhirnya ya wes bisnis aku lepaskan dan mencoba merilis lagu. Semakin ke sini jadi berpikir ternyata musik juga bisa jadi ladang bisnis,” urai dia

Sal, sapaan akrabnya mengungkapkan 4 tahun yang lalu ia merilis lagunya secara tidak resmi melalui sosial media Sound Cloud. Hal itu mendapat sambutan baik dari para pendengar. Dari situlah ia mulai melebarkan sayap dengan merilis single pertamanya di bulan Desember 2017 berjudul “Kultusan”.
“Aku rilis single pertama itu 10 Desember 2017, ini yang rilis secara komersil ya. Di bawah naungan GZZ record, masuk platform Joox, Spotify, dan yang lainnya itu. Responnya cukup tinggi tiga bulan setelah rilis single berjudul Ikat Aku di Tulang Belikatmu yang membawa ku ke nominasi AMI,” papar pria kelahiran 1992 tersebut.
Mengingat persaingan yang cukup ketat dengan artis-artis ternama seperti Afgan, Rendy Pandugo, Vidi Aldiano, dan Anji dalam kategori artis solo pria pop terbaik di AMI Award 2018 ia mengaku tidak muluk-muluk mengharapkan kemenangan. Baginya bisa masuk sebagai salah satu nominasi dan berjejer dengan artis ternama sudah merupakan kebanggaannya.
“Ya nggak mau muluk-muluk ya. Tahu sendiri sainganya yang menyanyikan Terimakasih Cinta  (sambil menyanyi) . Yang pasti sebagai pendatang baru, saya bangga sudah bisa masuk nominasi dan berjejer dengan mereka. Menang atau tidak, saya tetap bersyukur,” tandasnya.

Tuesday, May 14, 2019

Tentang Barasuara



Barasuara adalah band yang terbentuk di jakarta dan diisi oleh personel yang tidak asing lagi di dunia industri musik. Yang menarik, mereka dari latar musik yang berbeda-beda sehingga tidak heran jika musik Barasuara terasa begitu kaya dari segi lagu maupun lirik yang di tulis oleh Iga Masardi (vokal dan gitar) dengan pilihan penggunaan bahasa dan kata yang apik di setiap liriknya. Band ini di gawangi Iga Masardi (vokal dan gitar), TJ Kusuma (gitar), Gerald Situmorang (bass), Marco Steffiano Handoko (drum) lalu Asteriska dan Puti Cithara (vokal pengiring)


Bermula dari Iga Masardi di tahun 2011 ingin membuat project solo untuk menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, Iga yang waktu itu masih tergabung di Soulvibe memutuskan untuk membuat dengan format band. Sebelumnya dia dikenal sebagai pendiri The Trees & The Wild dan keluar karena alasan yang masih enggan disebutkan.Orang pertama yang diajak dalam band baru ini adalah Sandi Kusumaningtyas, diberi nama panggilan TJ (Tije) oleh teman sekelas di SD yang terbawa euforia menjuarai kompetisi sepak bola di sekolah. “Gue pilih TJ karena sebetulnya gue dan TJ berangkat sebagai teman main biasa saja, dan dia rekan yang enak banget,” kata Iga. Lalu ia mencari drummer untuk mengisi, akhirnya Iga mengajak Marco Steffiano Handoko yang menjadi pengiring penyanyi wanita Raisa Andriana. Awalnya Iga kuatir karena musik yang di dengarkan berbeda dengan apa yang di dengarkan tapi dengan semangat yang sama akhirnya Marco masuk sebagai drummer. Lalu ada Asteriska yang ditunjuk menjadi vokal pengiring untuk mengiringi Iga sendiri yang menjadi vokal utama . Bass awalnya di isi Pandu Fuzztoni (gitaris band Morfem) tapi karena kesibukan Pandu akhirnya tiba-tiba Marco punya ide untuk mengajak Gerald Hiras Situmorang. Lokasi rumah Gerald kebetulan dekat tempat latihan mereka. Pilihan ini tergolong ajaib, karena Gerald sudah dikenal sebagai gitaris muda berbakat yang sudah biasa bermain dengan para legenda jazz seperti Indra Lesmana, Tohpati dan Dewa Budjana, dan punya berbagai proyek seperti Sketsa, Hemiola Quartet, Bag+Beat, dan Gerald Situmorang Trio. Lalu satu vokal pengiring satu lagi yaitu Puti Chitara.


Setelah menemukan formasi yang solid di akhir 2012, mereka terus latihan dan rekaman tanpa manggung sekali pun atau mengunggah musik apa pun, walau banyak yang bertanya-tanya ke akun Twitter Bara yang cukup aktif menginformasikan kegiatan mereka. “Sebetulnya di bulan-bulan pertama Barasuara latihan sudah bisa manggung secara teknis. Cuma, band yang bermain tiga bulan dengan band yang bermain tiga tahun kan punya hasil yang berbeda,” kata Iga, yang mengundurkan diri dari Soulvibe di akhir 2013. Sehingga jadilah musik yang mereka mainkan berupa daur ulang dari nafas psychedelic, rock, folk, blues dan jazz dengan lirik Indonesia yang kental. Barasuara mengedepankan ritme dan energi yang menerjang adrenalin dengan lirik yang bercerita tentang memori, semangat dan kemerdekaan pikiran. Iga, sebagai penggagas band ini mengaku tidak bisa mendefinisikan jenis musik yang mereka sajikan. "Kalau secara jenis musik, saya tidak bisa jelaskan persisnya apa. Biarkan nanti kami bicara lewat musik lalu silahkan dinilai sendiri seperti apa konsep musik yang kami bawakan," jelasnya. Sementara itu nama band pun diganti karena pada suatu hari Iga menyadari sudah ada beberapa band di Indonesia yang menamakan diri Bara. “Di hari itu gue pusing luar biasa. Sudah jalan beberapa bulan, hampir setahun,” katanya. “Gue tadinya mau menamakan Bara ini, Bara itu. Kalau Bara Nada seperti sanggar, kalau Bara Aksara seperti toko buku. Jadi gue coba yang paling musikal: Barasuara.” Dan akhirnya pada tanggal 8 Juni 2014 Barasuara manggung untuk pertama kalinya di Tokove cafe kepunyaan Iga Masardi sendiri.

Wednesday, March 27, 2019

Fiersa Bersari - Berkelana untuk musik



Bung Fiersa atau hanya “BUNG”  begitu dia akrab disapa bukan hanya seorang penyanyi dan pencipta lagu dia juga seorang pecinta alam dan motor tua. Menyelesaikan studinya di STBA Yapari ABA Bandung dan begitu mencintai musik yang membuatnya memutuskan membuat studio komersil di tahun 2009. Dari situlah dia melahirkan karya – karyanya yang begitu puitis dan sangat hangat di dengar. Di situ pula dia mulai merekam lagu – lagunya yang di sebarkan secara independent. Pada tahun 2011 ia melahirkan album pertamanya yang bertajuk 11:11 dan album ini terjual habis meskipun dengan distribusi inependen.
Di tahun 2013 dia merilis mini album yang berjudul Tempat aku pulang. Dan yang mengagetkan dia memutuskan untuk menutup studio yang ia bangun dan vakum dari industri musik untuk berkeliling Indonesia untuk mencari jati diri dan pengalaman pribadi yang mungkin tidak akan dialami orang lain. Bung akhirnya kembali di akhir tahun dan melengkapi mini albumnya menadi empat belas lagu yang akhirnya resmi rilis di mei tahun 2014. lagu pembuka ‘Hidup ‘kan Baik-Baik Saja’ berhasil membuat sekitar 400 pasang mata berdendang bersama. Bung tidak sendiri, di album Tempat Aku Pulang ini Dia ditemani tiga rekan duetnya Thantri dengan menyanyikan ‘Waktu Yang Salah’, Vica ‘Edelweiss’, dan David Gan ‘Lads’. Entah apa yang di alami di saat dia mengembara lagu lagu barunya begitu terdengar lebih matang dari musik maupun liriknya dan lebih kritis. elepas Launching dan berhasil menjual sekitar 600 dari 1000 keping CD yang di cetak, bung dan management masih gencar melakukan promo dan memanfaatkan media sosial, selain bantuan dari media yang sangat membantu dalam promo Album ini dan memperkenalkan kepada khalayak luas, bung dan management juga sudah menjual Album Tempat Aku Pulang dalam bentuk Digital.


Mungkin kalian juga tau selain menjadi musisi dia juga melebarkan sayap menjadi penulis dan menerbitkan buku berjudul;Konspirasi Alam Semesta,Garis Waktu dan Catatan Juang.Fiersa Besari juga tidak takut mengkritik negri yang disisipkannya dalam novel dan lagunya. Sebuah pencapaian yang luar biasa menurut saya karena mungkin banyak pengalaman dan banyak karakter yang ia jumpai di saat ia traveling. Tidak hanya itu saja, begitu banyak kata – kata atau tulisan dai bung yang banyak sekali di kutip orang entah itu dari web atau blognya atau dari akun sosmednya Instagram maupun twitter . Entah karena penyusunan kata yang indah atau menggambarkan yang sedang dialami seseorang. Pada 29 Oktober 2015, Fiersa Besari merilis album ke tiganya dengan tajuk Konspirasi Alam Semesta dan di album ini ada 14 lagu di dalamnya  Juara Kedua adalah single pertama dari album Fiersa Besari "Konspirasi Alam Semesta “."Juara Kedua" memiliki karakter tersendiri, dan mencerminkan kedewasaan Fiersa Besari melalui cara memainkan instrument yang mengadopsi berbagai genre musik. Begitulah sedikit tentang Fiersa Bersari semoga bisa menginspirasi kalian untuk memulai hal yang kalian suka dan kita doakan semoga sukses terus untuk bung dan kawan – kawan.

Tuesday, February 5, 2019

Danilla Riyadi dan Petisi!







Beberapa hari lalu yang “mulia” DPR komisi x membuat draft RUU Permusikan yang membuat ramai negeri ini. RUU ini menjadi polemik karena isi dan pasal- pasalnya yang tidak jelas dan indikatornyapun tidak jelas. Banyak musisi yang menilai bahwa RUU ini berpotensi mengekang atau bahkan meng-kebiri para musisi khususnya yang berjuang dengan mandiri dan yang selalu kritis dengan pemerintah. RUU ini di usulkan oleh Anang Hermansyah yang juga pelaku industri musik, tetapi banyak yang menyayangkan kenapa undang-undang seperti ini harus di buat. Isi dari RUU ini setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah dan juga yang dikeluhkan oleh musisi yang merasa di marjinalisasi. Ada pasal karet yang indikator ukurannya sangat subyektif dan bisa saja digunakan untuk menyalahi atau bahkan mengkriminalisai musisi tersebut. Pasal “karet” yang dimaksud adalah Pasal 5. Isinya tentang beberapa larangan bagi para musisi, dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif. Disini jelas isi dari pasal ini semua indikatornya “Relatif” karena ukuran unsur merendahkan atau provokatif itu jelas dilihat dari pikiran orang yang menilai. Jadi tidak ada nilai pasti untuk mengukur yang di atu di pasal tersebut.

Baca juga  : EFEK RUMAH KACA

Untuk saat ini tercatat ada 260 musisi yang menolak RUU Permusikan yang di usulkan oleh yang “mulia” Komisi DPR komisi x ini. Salah satunya Danilla Riyadi. Danilla mewakili seluruh teman teman musisi yang menolak RUU dengan membuat petisi di change.org yang ditanda tangani hampir 200.000 orang dan saya yakin pasti bertambah. Kalian bis aikut tanda tangan disini Tolak RUU Permusikan jika kalian merasa memang undang – undang ini tidak perlu. Seperti kata Daniila di dalam petisi yang diwakilinya “RUU Permusikan Tidak Perlu dan Justru Berpotensi Merepresi Musisi” dengan lugas ia menyampaikan hal tersebut. Dan ia saat di interview olwh wartawan tirto.id juga meyampaikan "Ini sangat mengekang kebebasan musisi. Karena menurutku, seni itu kan abstrak. Banyak musisi yang bikin musik bisa saja berbeda interpretasinya dengan pendengar. Padahal maksudnya biasa, tapi bagi pendengarnya sangat provokatif," kata Danilla  Selain nama danilla juga banyak musisi yang memberikan tanggapan salah satunya yaitu Rara Sekar mantan personil Banda Neira ini berkata "Saya menolak RUU permusikan karena berpotensi untuk memarjinalisasi musisi-musisi independen dan juga musik-musik dan aktivitas musik yang hadir dan hidup di dalam masyarakat itu sendiri, alih-alih memajukan kebudayaan lewat musik, RUU ini berpotensi untuk mematikan dan membatasi kebudayaan melalui musik. Maka dari itu saya menolak," ujar Rara Sekar saat di wawancarai tirto.id. Dan saya sendiri pun bingung  kenapa di scene musik mainstream dan pelaku industri besar  tidak ada gejolak untuk membantu penolakan RUU ini. Apa karena mereka merasa aman aman saja dengan rancangan ini atau memang main aman dan tidak mau tau.

 Lihat juga : Gania Alianda Billfold

EFEK RUMAH KACA - KRITIS!



Personil Efek Rumah Kaca

Efek Rumah Kaca


Efek Rumah Kaca bagi orang yang menyukai musik di scene indie pasti tau sepak terjang karir band yang mungkin bisa di katakan senior di musik independen indonesia. Band yang terbentuk di tahun 2001 satu ini berasal dari ibu kota dan terdiri dari Cholil Mahmud (vokal utama dan gitar), Adrian Yunan Faisal (vokal, bass, gitar) Poppie Airil (backing vokal, bass) dan Akbar Bagus Sudibyo (drum, backing vokal). Mereka tidak hanya menyajikan warna musik yang berbeda tetapi juga banyak makna dan sudut pandang lain dari sebuah fakta atau kejadian yang sedang berlangsung . Seperti lagu “Cinta Melulu” yang ditulis dengan cara unik dan kental akan kegelisahan tentang maraknya lagu yang bertemakan cinta dan elemen – elemen kesakitan atas cinta tersebut pada saat itu. Lagu ini betul – betul menyegarkan keadaan dan membangkitkan gairah musik dengan memberikan opsi yang berbeda dari musik – musik yang mainstream.Dan juga lagu Kenakalan Remaja di Era Informatika yang sedikit sarkas terhadap bocah – bocah labil yang suka mengumbar hal yang seharusnya menjadi privasi di sosial media. Mereka melahirkan tiga album yaitu Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008) dan Sinestesia (2015) mereka juga merilis beberapa single Merdeka (2016) dan sempat berkolaborasi juga dengan Najwa Shihab di lagu Seperti Rahim Ibu (2018). Pada lagu ini lirik dicipatakan oleh Najwa. Saat di interview oleh majalah Mave Najwa menceritakan arti dari lirik lagu tersebut.  “Seperti Rahim Ibu” berbicara mengenai kemanusiaan yang selalu menjadi pesan utama pada program Mata Najwa. “Pesan apa yang ingin disampaikan dalam lagu ini adalah soal harapan dan bagaimana optimisme itu disemai. Berada di Rahim itu dimulai dari sel-sel yang kemudian menyatu. Yang tadinya rapuh menjadi kuat,” ungkap Najwa dan lagu ini di selesaikan oleh Cholil di New York yang merupakan domisilinya sekarang. "Sewaktu mendapat liriknya dan kami coba nyanyikan, rasanya cocok. Cuma memang ada sedikit pilihan-pilihan kata saja yang mesti disesuaikan," ungkap Cholil.


Band yang kritis tentang sosial


Banyak lagu ERK yang mengkritisi tentang isu sosial dan politik. Seperti lagu DI UDARA yang bercerita tentang aktivis HAM Munir Said Thalib yang dibunuh dan tidak pernah terselesaikan kasusnya. Tetapi meskipun liriknya tidak menyebutkan nama tetapi saya yakin ketika ada katakanlah remaja yang mendengarkan lagu ini dan tau itu untuk kasus munir, mereka pasti akan mencari informasi tentang sejarah dibunuhnya Munir itu sendiri dan secara tidak langsung lagu ini sedikit banyaknya berperan untuk memberikan pengaruh untuk orang yang mendengarkan agar mempelajari dan tau sejarah kelam negara ini. Dan kasus kasus seperti iu tidak bisa serta merta di lupakan begitu saja. Yang baru – baru ini terjadi mereka dan banyak musisi lainnya seperti Danilla, Jason Ranti dan hampir semua pelaku musik, di scene independen terutama melakukan aksi penolakan terhadap RUU Permusikan yang bila dilihat memang pasal – pasal yang termuat lebih membatasi daripada melindungi dan banyak pasal karet yang berpotensi disalah gunakan hanya untuk menjatuhkan atau bahkan kriminalisasi musisi karena tidak ada indikator yang jelas. Para musisi juga membuat petisi di kntlruup atas nama Danilla Riyadi yng sampai saat ini sudah ditanda tangani hampir 200.000 orang hanya dalam beberapa hari. Dikutip dari interview  tirto.id “Saya menolak RUU permusikan karena berpotensi menghambat perkembangan musik independen," tutur Cholil Mahmud Efek Rumah Kaca.